Pesantren dalam Arus Zaman: Meniti Jejak Lembaga Pendidikan Tertua di Indonesia

 

Sumber gambar :  https://images.app.goo.gl/dBXcuRA8TirnuC4s5

“Pesantren adalah jejak dinamika sosial politik Indonesia. Darinya lahir semangat pemberdayaan masyarakat, persatuan kesatuan, dan rasa cinta tanah air”

    Itulah catatan kecil saya mengenai keberadaan pesantren di Indonesia. Bukan sebagai mutlak lembaga pendidikan, namun sebagai kesatuan nilai yang membawa masyarakat pada perubahan ke arah lebih baik. Dari pertama pesantren masuk ke Indonesia, citranya sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat sudah melekat kepadanya. Kekhasan pesantren dalam masyarakat telah lama menjadi bahan menarik bagi banyak penulis, tak terkecuali saya. Maka berikut saya akan paparkan secara singkat mengenai perkembangan pesantren di Indonesia.

    Pesantren, secara bahasa berasal dari kata “santri” berimbuhan “pe-an”. Kata santri sendiri berasal dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti murid yang selalu mengikuti arahan gurunya. Sedangkan imbuhan “pe-an” menunjukan tempat tinggal. Sehingga pesantren dapat diartikan sebagai tempat para murid yang belajar. Secara istilah, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang berkembang di Indonesia.

    Pesantren pertama kali dikenal di Indonesia melalui jasa seorang Walisongo, yaitu Maulana Malik Ibrahim (Sunan Ampel) yang mendirikan sebuah pondok pesantren di Ampel Surabaya. Banyak orang kemudian datang untuk berguru pada beliau, bukan dari tanah Jawa saja, tapi juga dari luar pulau Jawa. Dari santri-santrinya inilah bentuk pendidikan pesantren mulai menyebar di tanah air. Pengajaran yang dibawanya tentu melekat dengan kekhasan ajaran Islam Sunan Ampel.

    Model pesantren tampaknya sangat menjanjikan sebagai media penyebaran Islam di Indonesia. Tentu saja ini bukan hanya karena pesantren mengajarkan agama yang sama sekali baru bagi masyarakat. Tapi karena kemantapan pendidikan pesantren yang tidak hanya mengajar untuk membangun dirinya sendiri, tapi juga mengajar untuk membangun (memberdayakan) masyarakat.

    Satu kisah yang perlu diambil contoh adalah lahirnya Kesultanan Demak yang berawal dari Pesantren. Dikisahkan dalam Babad Cerbon bahwa Raden Patah yang merupakan santri Sunan Ampel diminta untuk membuka hutan pohon gelagah wangi dekat Desa Bintara. Dari sana didirikanlah sholat Jumat dan pengajaran Islam hingga disebut Pesantren Demak. Lambat laun, tempat itu jadi semakin ramai hingga terbentuklah desa yang rakyatnya sejahtera seperti di pusat kerajaan. Berawal dari pesantren, tempat belajar itu kini menjadi Kesultanan Demak dengan Raden Patah sebagai sultan pertamanya.

    Perkembangan pesantren sayangnya harus meredup setelah penjajah datang. Kuatnya pengaruh pesantren membuat Belanda khawatir hingga harus menerapkan strategi politiknya untuk mencegat gerakan perlawanan dari kaum santri. Pesantren dipaksa mundur sampai abad ke-20. Pada masa 1900-an, kaum santri mulai sadar pentingnya memupuk persatuan dan literasi. Sudah cukup kaum santri mengangkat senjata secara sendiri-sendiri. Kini saatnya kaum santri untuk bangkit bersama menggalang persatuan. Melalui pendirian organisasi Islam, muslim dan santri memulai mobilisasinya mengusir penjajah. Salah satu yang paling monumental adalah hadirnya Resolusi Jihad yang mengantarkan Indonesia menang melawan Agresi Militer Belanda.

    Singkat cerita, perkembangan pesantren malah mandek dari perhatian negara setelah kemerdekaan. Pesantren ditarik lagi sebagai lembaga lokal yang mengajarkan agama Islam dan membantu masyarakat, khususnya dalam hal rohaniah. Perannya terpasung, terlebih di masa orde baru. Meskipun secara hukum lebih diakui oleh negara, tapi pesantren di era orde baru lebih terkungkung oleh kebijakan pemerintah.

    Masa reformasi akhirnya turut membawa dampak baik bagi pesantren. Perannya mulai diakui negara sebagai salah satu lembaga pendidikan resmi melalui UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Posisi ini semakin strategis dengan hadirnya peraturan terbaru, yaitu UU Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Melalui peraturan ini, pesantren diakui sebagai pendidikan formal. Diharapkan melalui peraturan tersebut, pesantren dapat secara otonom mengembangkan diri untuk setara dengan sekolah formal lainnya.

    Namun perlu saya sampaikan kritik bahwa pembangunan pesantren tidaklah merata. Sejumlah pesantren di masa sekarang masih terbawa kungkungan masa lalu sehingga sulit maju dan menegakkan tugasnya sebagai agen pemberdayaan masyarakat. Mungkin kita lihat pesantren maju seperti pesantren entrepreneur. Tapi sebuah pertanyanan muncul, dimana letak pesantren di masyarakat sekarang?

    Menjadi sebuah pekerjaan rumah baru bagi pesantren untuk dapat mengembalikan fungsinya sebagai agen pemberdayaan masyarakat berdasarkan asas-asas Islam dan ke-Indonesia-an. Selain itu, lebih penting lagi adalah bagaimana pesantren mampu memajukan diri menampakkan esistensinya sebagai lembaga pendidikan yang mengikuti arus perkembangan zaman. 


Kontributor : Melina Nurul Khofifah ( Mahasiswa PPI'18 )

0 Comments:

Post a Comment

About

Institut Agama Islam Negeri Kudus Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Program Studi Pemikiran Politik Islam

Visi

Menjadikan Program Studi Unggul di Bidang Pemikiran Politik Islam Berbasis Islam Terapan pada Level Nasional Tahun 2023.

Misi

1. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran pada Program Studi Pemikiran Politik Islam berbasis nilai-nilai Islam Terapan yang humanis, aplikatif, dan produktif.
2. Menyelenggarakan penelitian dalam bidang Pemikiran Politik Islam berbasis Islam Terapan serta mempublikasikan di jurnal nasional.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang pemikiran politik Islam berbasis nilai-nilai Islam Terapan yang humanis, aplikatif, dan produktif.

Address:

Jl. Gondangmanis No.51, Ngembal Rejo, Ngembalrejo, Kec. Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59322

Our Mail Addrees

hmpsppiiainkudus@gmail.com