Formulasi Aparatur Desa: Dinasti atau Dominasi Tradisional?

 sumber foto: asumsi.co


Suksesi kepemimpinan senantiasa membawa dampak lanjutan dalam pemerintahan. Satu diantara dampak lanjutan tersebut adalah keikutsertaan keluarga maupun kolega dalam pemerintahan. Tidak hanya pemerintahan negara, lebih kecil lagi, pemerintahan dalam lingkup desa. Desa menjadi lembaga pemerintahan terkecil yang tak luput dari pengaruh nepotisme kerabat dan keluarga.

Pada pemerintahan desa, kita kerap menemukan betapa mudahnya pejabat desa dalam meloloskan sanak saudaranya untuk mengisi jabatan di lingkup desa. Sesuatu hal yang dianggap “lumrah” karena memang orang-orang yang ada dalam pemerintahan desa tetap dibutuhkan, tentu dengan kompetensi yang mumpuni, meskipun yang menjadi aparatur desa berasal dari sanak saudara sendiri. Akan tetapi, apa jadinya bila kompetensi diabaikan, dan justru lebih mementingkan kedekatan dan faktor klien? Muncul sebuah pertanyaan, apakah ini politik dinasti atau justru dominasi tradisional?

Guna menjawab pertanyaan di atas, kita perlu memahami terlebih dahulu makna dari kedua kata tersebut. Dinasti merupakan suatu tindakan dimana suatu kekuasaan diturunkan kepada keturunan, atau jika dalam lingkup pemerintahan, adalah pembagian jabatan secara turun-temurun kepada sanak saudara. Sedangkan dominasi tradisional adalah suatu kepercayaan masyarakat terhadap individu yang secara tradisi memiliki keunggulan.

Dinasti memiliki syarat mutlak yang harus ada guna melanggengkan tujuan pembangunan dinasti itu sendiri. Kepercayaan masyarakat desa terhadap individu adalah syarat itu. Bila syarat ini tidak terpenuhi, maka bangunan dinasti di desa akan menjadi rapuh dan dapat runtuh kapan pun. Berbeda dengan dominasi tradisional. Ia ada karena kesepakatan bersama antar anggota masyarakat. Hal yang demikian ini menjadi tradisi dan kebiasaan masyarakat desa. Tentu kekuatan dominasi tradisional sangat kuat, sebab sebagai pemimpin, perangkat, dan pemangku kepentingan dapat menjalankan aktifitas pemerintahannya berdasarkan pada kesepakatan bersama.

Dominasi tradisional seyogyanya berkembang dalam pemerintahan desa dan menjadi sesuatu yang lazim diimplementasikan.  Faktanya, dominasi tradisional justru mulai tekikis dan tersingkir oleh politik dinasti yang dibangun oleh aparatur desa. Fenomena  seperti ini marak terjadi di beberapa daerah. 

Faktor penyebabnya adalah pengetahuan politik dan pemerintahan masyarakat yang masih minim, sehingga cenderung “meng-iya-kan” apa yang diputuskan oleh aparatur desa. Akibatnya, melalui politik dinasti, sanak saudara dari pejabat atau perangkat desa berkeinginan mendapatkan perlakuan yang lebih istimewa dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Nepotisme dalam pemerintahan desa pun semakin terlihat. Prosedur yang ada hanya sekedar formalitas, sebab mereka memiliki keistimewaan tersendiri.

Politik dinasti akan meloloskan kerabat dalam pencalonan apapun, termasuk aparatur desa. Praktik yang demikian semakin tumbuh subur dan mewabah karena iklim apatis dan pendidikan masyarakat desa yang rendah. Mereka dibodohi oleh para pemangku kekuasaan dan sanak saudaranya dengan uang dan hal lain yang menarik perhatian. Akhirnya, masyarakat terkelabui untuk memilih dan menyetujui berbagai kebijakan yang dibuat oleh aparatur desa. Perlu adanya solusi agar masyarakat desa tidak senantiasa menjadi korban dari politik dinasti yang dibangun oleh aparatur desa itu sendiri, yakni dengan membuat Peraturan Daerah (PerDa).

Peraturan daerah berisi aturan yang mengatur tentang pengisian jabatan desa. Aturan ini berisi tentang tata cara pemilihan aparatur desa, berikut dengan sanksi yang jelas apabila aturan itu tidak diindahkan. Sosialisasi tentang program desa dan memaksimalkan peran pemuda desa untuk membangun desa pun juga perlu digalakkan.  Sebab keterlibatan stakeholders akan sangat memberikan manfaat bagi perkembangan masyarakat desa. Semoga dengan dibuatnya peraturan daerah tersebut dapat meminimalisir adanya fenomena politik dinasti dalam pemerintahan desa, sebab dinilai dapat merugikan dan menghambat kemajuan desa tersebut.


Kontributor: Hamam Nasirudin dan Endang Susanti

0 Comments:

Post a Comment

About

Institut Agama Islam Negeri Kudus Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Program Studi Pemikiran Politik Islam

Visi

Menjadikan Program Studi Unggul di Bidang Pemikiran Politik Islam Berbasis Islam Terapan pada Level Nasional Tahun 2023.

Misi

1. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran pada Program Studi Pemikiran Politik Islam berbasis nilai-nilai Islam Terapan yang humanis, aplikatif, dan produktif.
2. Menyelenggarakan penelitian dalam bidang Pemikiran Politik Islam berbasis Islam Terapan serta mempublikasikan di jurnal nasional.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang pemikiran politik Islam berbasis nilai-nilai Islam Terapan yang humanis, aplikatif, dan produktif.

Address:

Jl. Gondangmanis No.51, Ngembal Rejo, Ngembalrejo, Kec. Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59322

Our Mail Addrees

hmpsppiiainkudus@gmail.com