Sumber : bbc.com
Ditengah-tengah
kehidupan bangsa Indonesia yang sedang menjalankan tahap New Normal,
akhir-akhir ini terjadi suatu polemik yang begitu hangat dibicarakan, bahkan
menuai kegaduhan di ruang publik. Tak lain dan tak bukan ialah RUU Haluan
Ideologi Pancasila. Bukan karena kehadirannya yang baik dan menarik, justru RUU
yang berisikan 10 Bab dan 60 pasal ini menimbulkan banyak kontra. Terlebih,
bangsa Indonesia sedang dalam keadaan berjuang menjalankan kehidupan yang akan
kembali normal. Sebelumnya, RUU Haluan Ideologi Pancasila telah disahkan
sebagai RUU inisiatif DPR yang digelar pada 12 Mei 2020. Dan sejauh ini, sejak
tulisan ini diangkat oleh penulis, sikap pemerintah terkait RUU Haluan Ideologi
Pancasila ini memutuskan untuk menunda pembahasan RUU tersebut. Hal ini
diperkuat oleh Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan
Keamanan, beliau mengatakan bahwasannya pemerintah meminta DPR selaku pengusul
RUU Haluan Ideologi Negara untuk lebih menampung aspirasi masyarakat Indonesia.
Nah, sebelum meninjau lebih jauh terkait substansi RUU
Haluan Ideologi Pancasila tersebut yang menuai penuh kontra, alangkah baiknya
meninjau tentang pemahaman RUU Haluan Ideologi Pancasila terlebih dahulu. Jika mengacu pada RUU Haluan Ideologi
Pancasila sebagaimana tertuang pada Pasal 1ayat 3, yang berbunyi “Haluan
Ideologi Pancasila adalah pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh
bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan
semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan,
kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial.
Mungkin pada pemahaman tersebut belum menemukan suatu
kejanggalan karena substansi pasal tersebut masih umum belum merucut ke yang
lebih spesifik. Sebelum beranjak ke pasal yang lain, perlu kiranya berpikir
sejenak bahwa sejatinya Pancasila merupakan ideologi negara, bila disinkronkan
ke nama RUU tersebut maka seharusnya RUU tersebut bernama RUU Haluan Pancasila
saja, karena Pancasila juga sebagai suatu ideologi, ideologi bangsa Indonesia. Hal
ini juga diperkuat dalam salah satu empat pilar MPR yang menunjukkan bahwa
Pancasila sebagai ideologi negara. Berarti dalam penyusunan ini ada suatu
kekeliruan dalam menggunakan rangkaian nama RUU.
Berdasarkan hasil Rapat Badan Legislasi Pengambilan
Keputusan, sampai sekarang ini juga
belum ada Undang-Undang yang digunakan sebagai landasan hukum yang mengatur
tentang Haluan Ideologi Pancasila, sehingga diperlukan Undang-Undang tentang
Haluan Ideologi Pancasila. Padahal, sejatinya Pancasila lah yang kedudukan nya
lebih tinggi dibandingkan Undang-Undang, tetapi jika ini direalisasikan, maka
kedudukan Pancasila terkesan berada di bawah Undang-Undang, hal ini dikarenakan
RUU tersebut memerlukan suatu Undang-Undang sebagai landasan hukumnya. Ini yang
perlu dikaji lebih jauh dan perlu dikritisi.
Lalu, ditinjau dari substansi RUU Haluan Bagian Pancasila
bagian “Mengingat”. Bisa dicermati ternyata terkait RUU tersebut tidak
mencantumkan Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan
Ideologi Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai konsideran. Penulis satu
pemikiran dengan masyarakat lainnya, seharusnya Tap MPR tersebut dicantumkan
sebagai upaya larangan untuk menyebarkan paham atau ajaran komunisme, marxisme,
leninisme, juga sebagai upaya terjadinya munculnya PKI, organisasi terlarang di
Indonesia. Jika tidak mencantumkan RUU tersebut, khawatirnya akan bermunculan
paham atau ajaran yang dapat memperburuk keadaan NKRI.
Selanjutnya, dalam Pasal 7 Ayat 1 - 3 RUU Haluan Ideologi
Pancasila yang berbunyi “(1)Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan
kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan, perpaduan prinsip ketuhanan,
kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan / demokrasi politik dan ekonomi dalam satu
kesatuan. (2)Ciri pokok Pancasila berupa trisila: sosionasionalisme,
sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. (3)Trisila dimaksud dengan
ayat 2 terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong. Nah, pasal-pasal
tersebut menurut penulis saling bertubrukan, karena terkesan seperti suatu
pemerasan terhadap Pancasila ke dalam trisila dan ke dalam ekasila. Padahal
sejatinya Pancasila merupakan 5 asas dasar yang sifatnya kesatuan / saling
menyatukan.
Mungkin itu saja dari penulis terkait segi subtansi RUU
Haluan Ideologi Pancasila yang menuai kontra oleh kalangan publik. Selanjutnya,
jika ditinjau dari segi urgensinya, tampaknya seluruh elemen masyarakat
Indonesia baik dari ormas seperti PBNU, Muhammadiyah, MUI, Gerakan Pemuda Ansor, sepakat bahwa menurut
pandangan mereka RUU tersebut tidak ada urgensi sama sekali, mereka menuding
seperti membangkitkan komunisme, bahkan sebelum pemerintah memutuskan menunda
untuk pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila, ormas-ormas tersebut sudah
menunjukkan aksi ketidaksetujuan untuk dibahas lebih lanjut / menunda bahkan
mendesak DPR untuk mencabut RUU tersebut. Pertanyaan nya sederhana, pemerintah
saat ini tengah fokus mengatasi wabah virus covid-19 yang tak kunjung usai,
tetapi mengapa DPR mempunyai agenda sendiri untuk membahas RUU tersebut?
Mengapa disaat genting sekarang ini justru DPR ingin sekali membahas RUU Haluan
Pedoman Pancasila tanpa memberikan waktu lebih ke masyarakat untuk menyampaikan
aspirasinya? Ini yang menjadi sebuah pertanyaan yang umum oleh masyarakat luas.
Terkait pandangan urgensi dari pihak partai politik,
menurut penulis melalui berita yang telah tersebar luas, sejatinya disaat RUU
Haluan Ideologi Pancasila telah memasuki tahap pengambilan keputusan fraksi,
hasilnya 7 (PDIP, PAN, PKB, PPP, Golkar, NasDem, Gerindra) fraksi partai
politik setuju, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak menyutujui
karena tidak adanya Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan Komunisme,
dan disaat akan mengadakan suatu rapat lebih lanjut mengenai RUU Haluan
Ideologi Pancasila, fraksi Partai Demokrat tidak hadir dalam rapat tersebut.
Alasannya sama, Partai Demokrat tidak sepakat dengan RUU tersebut. Ini
menunjukkan bahwa sejatinya masih ada kelompok orang yang bisa berpikir tahap
panjang mengenai dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila memang penting,
namun saat ini bangsa Indonesia tengah menghadapi pandemi covid-19. Namun, sejak tulisan ini dimuat, tampaknya
PDIP dan PAN telah berubah haluan yang awalnya mendukung RUU ini sekarang
bentuk sikapnya ingin mendesak seluruh pihak DPR untuk mempertimbangkan kembali
dalam kelanjutan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila dengan
mengeseimbangkan aspirasi dari berbagai elemen masyarakat.
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis, bila ditinjau
dari segi subtansi, masih banyak hal yang harus perlu direvisi ulang dan perlu
dikaji lebih kritis, supaya tidak ada pasal-pasal yang sifatnya janggal dan
bertubrukan. Lebih memberikan waktu lebih kepada masyarakat untuk beraspirasi
terkait RUU tersebut, dan tidak menjadikan suatu kerugian bagi siapapun. Untuk
segi urgensinya, memang benar untuk saat ini penulis pro dengan pemerintah yang
menunda pembahasan RUU lebih lanjut, karena fokus menghadapi pandemi covid-19.
Perlu kiranya untuk menjabut RUU tersebut jikalau subtansi yang dicantumkan
tidak direvisi sama sekali.
kontributor : Muhammad Ariq Ajaba
0 Comments:
Post a Comment